TERASMEDIAJAMBI.COM, Jambi — Kasus dugaan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif yang menyeret nama anggota DPRD Provinsi Jambi, Pinto Jaya Negara, kembali menjadi sorotan tajam publik. Sudah lebih dari satu tahun sejak kasus ini mencuat dan naik ke tahap penyidikan, namun hingga kini tidak ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius soal komitmen Polda Jambi dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Kritik keras disampaikan oleh Habib Hidayat Putra, Wakil Sekretaris Bidang Hukum dan HAM HMI Cabang Jambi, yang menilai proses hukum kasus tersebut berjalan tidak transparan dan terkesan dilindungi.
“Kasus ini sudah lebih dari setahun di penyidikan, tapi tidak ada hasil yang jelas. Publik berhak bertanya: apakah hukum di Jambi sedang dikendalikan oleh kekuasaan?” ujar Habib tegas.
Habib menilai, diamnya aparat penegak hukum justru memperkuat dugaan bahwa ada perlakuan istimewa terhadap pejabat legislatif, sementara kasus serupa yang melibatkan masyarakat biasa bisa cepat diproses.
“Ketika rakyat kecil yang salah, polisi bisa bertindak cepat. Tapi kalau pejabat yang terlibat, semuanya mendadak sunyi. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal keadilan sosial dan moral penegak hukum,” katanya.
Menurutnya, publik sudah lelah dengan pola penanganan kasus korupsi yang selalu berhenti di tengah jalan tanpa kejelasan. Ia menegaskan, Polda Jambi wajib menjelaskan secara terbuka sejauh mana perkembangan kasus SPJ fiktif tersebut, karena sudah menyangkut kredibilitas institusi kepolisian itu sendiri.
“Polda Jambi jangan bermain mata dengan pejabat. Hukum tidak boleh ditawar oleh kekuasaan. Kalau memang ada bukti, tetapkan tersangka. Kalau tidak, buka ke publik alasan hukumnya. Diam bukan pilihan,” tambah Habib dengan nada keras.
Kasus dugaan SPJ fiktif di DPRD Jambi ini bermula dari temuan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kegiatan lapangan, terutama dalam penggunaan dana perjalanan dinas dan kegiatan reses. Pinto Jaya Negara disebut-sebut memiliki peran dalam penyusunan dokumen pertanggungjawaban yang diduga tidak sesuai dengan fakta pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Meski Polda Jambi telah mengonfirmasi bahwa kasus tersebut sudah masuk tahap penyidikan sejak tahun 2024, namun hingga kini tidak ada progres nyata. Tak ada penetapan tersangka, tak ada kejelasan tindak lanjut, dan tak ada informasi resmi kepada publik.
Habib menilai sikap diam aparat bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah, apalagi menyangkut pejabat publik yang masih aktif menjabat di lembaga legislatif.
“Kalau kasus ini terus dibiarkan mandek, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan. Kita khawatir hukum di Jambi hanya menjadi alat politik, tajam ke bawah, tumpul ke atas,” tutupnya.
Diketahui kasus ini dilaporkan oleh mantan staf nya sendiri yaitu Rahma Asy Syifa pada tahun 2024 lalu.






